Selama empat tahun terakhir, Indonesia menempati posisi lima negara terburuk di dunia untuk bekerja. Hal ini dikarenakan masih maraknya pengabaian hak-hak pekerja, praktik kerja yang tidak adil, serta kekerasan terhadap buruh (ITUC Global Rights Index). Termasuk diantaranya praktik-praktik pelecehan seksual yang nyata yang sudah lama terjadi. Pelecehan seksual di dunia kerja yang merupakan bagian dari bentuk kekerasan seksual, tak ubahnya fenomena gunung es yang hanya terlihat puncaknya saja.
Dari 80% perempuan Indonesia yang mengalami pelecehan seksual di tempat kerja, hanya 1% yang berani melaporkan (Better Work Indonesia, 2015). Dalam penelitian lain dari tahun 2013, tiga dari sepuluh pekerja konstruksi perempuan melaporkan mengalami pelecehan seksual dengan frekuensi sering, bahkan setiap hari (Hegewisch dan O ‘Frarrell, 2015).
Menyangkut relasi kerja, kasus pelecehan seksual di dunia kerja nyatanya bisa bersifat vertikal (relasi pekerja dengan atasan) maupun horizontal (relasi pekerja dengan pekerja/sesama buruh). Berbagai bentuk pelecehan seksual, kekerasan seksual, serta diskriminasi di dunia kerja ini berakar pada ketimpangan kekuasaan, baik dari segi gender, posisi dan status kerja, hingga keadaan ekonomi dan kepemilikan sumber daya.
Berdasarkan hasil survei Potret Kondisi Pelecehan Seksual di Perusahaan Indonesia dari Never Okay Project dan Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (2019), 82% responden perempuan mengaku pernah mengalami pelecehan seksual di tempat kerja dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Sementara itu, 18% responden laki-laki mengaku pernah mengalami pelecehan seksual di tempat kerja dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Meski terpaut perbandingan yang cukup jauh, temuan ini mematahkan mitos bahwa pelecehan seksual hanya terjadi pada perempuan. Kerentanan kelompok pekerja peremuan yang lebih tinggi tidak menghilangkan kemungkinan pelecehan juga terjadi pada pekerja laki-laki.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Never Okay Project dan International Labour Organization pada tahun 2022, korban kekerasan dan pelecehan di dunia kerja mengalami berbagai dampak negatif baik dari segi profesional dan personal. 47% korban ingin keluar dari tempatnya bekerja, 41,35% menghindari situasi kerja tertentu, 22,96 mengalami penurunan performa kerja dan penilaian kinerja, serta 9,74% tidak ingin bekerja lagi selamanya. Korban juga mengalami gangguan kesehatan fisik (pusing, susah tidur, rasa sakit, nyeri) dan mental (rasa marah, malu, takut, gelisah, stress, depresi). Bahkan 12,86% korban terpikir untuk mengakhiri hidup.
Dalam kondisi ini, korban menjadi tidak berdaya dan putus asa karena merasa tidak ada orang yang bisa membantunya. Korban pelecehan seksual membutuhkan pihak lain untuk menjadi wadah berbagi atas apa yang dialaminya. Disinilah peran lembaga pendamping menjadi sangat penting dalam proses pemulihan korban kekerasan dan pelecehan seksual. Melihat masih kurangnya komitmen penanganan kasus-kasus pelecehan seksual di dunia kerja, Never Okay Project hadir dengan sebuah strategi intervensi berupa panduan mendirikan kelompok pendukung (support group) yang dapat digunakan oleh institusi pemberi kerja untuk menunjukan keberpihakannya kepada penyintas.
Berdasarkan definisi dari Marge Piercy dan Jane Freeman, kelompok pendukung (support group) merupakan suatu kelompok terapi yang masing-masing anggotanya saling berdiskusi atas pengalaman dan permasalahan yang mereka alami dan juga saling memberikan pengertian serta perhatian satu sama yang bertujuan untuk menumbuhkan kepercayaan diri setiap anggotanya.
Booklet ini dirancang untuk memberikan informasi dan panduan untuk membangun dan melaksanakan kegiatan Kelompok Pendukung Penyintas/ Korban Pelecehan Seksual di Dunia Kerja. Adanya kelompok pendukung akan memberikan bantuan secara emosional kepada para anggota, terutama kepada penyintas pelecehan seksual. Kehadiran kelompok pendukung di tempat kerja diharapkan dapat berkontribusi secara positif pada proses pemulihan dari trauma yang dihadapi, dengan lahirnya kepercayaan baru bahwa masih ada orang lain yang percaya dan mau memberikan dukungan.