Webinar: Hari Pekerja Rumah Tangga Internasional Tahun 2020

Pada Selasa, 16 Juni 2020, diperingati sebagai Hari Pekerja Rumah Tangga Internasional yang diadakan melalui Webinar Hari Pekerja Rumah Tangga Internasional oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan), Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), dan Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Never Okay Project berkesempatan menghadiri Webinar Hari Pekerja Rumah Tangga Internasional. 

Narasumber yang hadir pada webinar ini antara lain, Lita Anggraini dari JALA PRT, Willy Aditya selaku Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Giwo Rubianto selaku Ketua Umum KOWANI, dan Lena Maryana dari Maju Perempuan Indonesia. Theresia Iswarini selaku Komisioner Komnas Perempuan yang juga turut hadir dan berperan sebagai pengantar diskusi. Mike Verawati selaku Sekretaris Jenderal Komnas Perempuan sebagai moderator.

Selama kegiatan berlangsung, pemaparan pertama dimulai dari Giwo Rubianto yang menjelaskan, pada saat ini, para Pekerja Rumah Tangga (PRT) membutuhkan payung hukum yang dapat melindungi para PRT dan beliau meminta kepada pihak DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU Perlindungan PRT). Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa PRT adalah sebagai sebuah profesi bukan sebagai perbudakan.

DPR RI saat ini tengah memproses pengesahan RUU Perlindungan PRT namun sampai saat ini RUU tersebut belum disahkan. RUU Perlindungan PRT sebenarnya sudah ada sejak 16 tahun yang lalu yaitu dimulai pada tahun 2004 dan sudah menjadi prioritas DPR sejak 2010-2014.

Para narasumber selanjutnya membahas persoalan kenapa belum ada perlindungan hukum bagi PRT dan merespon progres RUU Perlindungan PRT yang belum disahkan hingga saat ini.

PRT merupakan sektor informal yang sebagian besar didominasi oleh perempuan. Menurut perkiraan ILO, terdapat sekitar 67,1 juta orang jumlah PRT di seluruh dunia dan 11,5 juta atau 17,2% yang diantaranya adalah PRT migran. Sedangkan di Indonesia sendiri, berdasarkan data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019, terdapat lebih dari separuh angkatan kerja nasional atau sekitar 70,49 juta orang bekerja di sektor informal dan 61% diantaranya adalah pekerja perempuan. 

Data yang dihimpun terakhir pada tahun 2015 menunjukkan bahwa jumlah PRT di Indonesia dapat diperkirakan hampir 4 juta orang. Sementara itu, 60-70% dari total perkiraan, 9 juta pekerja migran asal Indonesia adalah perempuan yang bekerja sebagai PRT di luar negeri. Dari data ini, dapat digambarkan bahwa perlindungan PRT menjadi hal yang penting, ketika mayoritas PRT ini adalah perempuan. Dimana perempuan menjadi kelompok yang paling rentan akan berbagai macam kasus kekerasan seksual dan perbudakan yang acap kali disoroti oleh media Internasional maupun nasional. RUU Perlindungan PRT menjadi sebuah urgensi bagi pemerintah Indonesia yang sejatinya memiliki aturan khusus untuk melindungi para PRT ini.

Selanjutnya, dari Komnas Perempuan menjelaskan bahwa permasalahan PRT di Indonesia menjadi sorotan di luar negeri. Komnas Perempuan mendorong pemerintah Indonesia untuk segera melakukan ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang kerja layak bagi PRT. Komnas Perempuan juga menjelaskan, ada tiga mekanisme Internasional dari PBB yaitu, “Universal Periodic Review” (2017), “Rekomendasi Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya PBB”, dan “Rekomendasi Komite Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan”. Ketiga mekanisme ini, secara khusus mendorong Pemerintah Indonesia mengupayakan adanya standar kerja yang layak bagi PRT dengan meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT. Dorongan dari beberapa komunitas Internasional ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Komnas Perempuan dan sejalan dengan Sila Kedua dan Kelima Pancasila yaitu “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” dan “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” serta amanah konstitusi Pasal 28D ayat (2) UUD 1945.

Komnas Perempuan juga menyayangkan ketidak-adanya payung hukum bagi PRT. Bahkan sampai sekarang, PRT selalu menjadi korban kekerasan baik itu kekerasan seksual, kekerasan berbasis gender, kekerasan dalam rumah tangga, dan perdagangan orang. Termasuk tidak dipenuhinya hak-hak mereka sebagai pekerja, seperti upah, beban kerja, cuti, waktu istirahat, dan peningkatan kapasitas.

Komnas Perempuan menyampaikan sikapnya dalam mendorong pemerintah Indonesia untuk mengesahkan ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak Bagi PRT. Komnas Perempuan menyampaikan desakan kepada DPR RI mengesahkan RUU Perlindungan PRT untuk menjamin adanya perlindungan dan memberikan kepastian hukum kepada PRT. Kehadiran RUU Perlindungan PRT sangat penting bagi PRT dan pemberi kerja demi terciptanya situasi kerja yang layak sesuai Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT.

Komnas Perempuan mengajak masyarakat luas dan media untuk mendukung pengesahan RUU Perlindungan PRT dan mengawasi jalannya pembahasan RUU Perlindungan PRT di DPR RI.

Never Okay Project juga sangat mendukung RUU Perlindungan PRT ini. Sebagaimana PRT merupakan sebuah pekerjaan yang mempunyai hak yang sama seperti hak pekerja lainnya. Dimana salah satu haknya adalah bekerja di tempat kerja yang bebas akan pelecehan seksual, aman, dan nyaman. 

Baik media nasional maupun media Internasional sudah banyak yang menyoroti isu ini. Maka dari itu, para narasumber dalam webinar ini berharap kepada pemerintah Indonesia dan DPR RI dapat segera mengesahkan regulasi yang melindungi para PRT dan mengatur agar para PRT agar mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja.

 

Diliput oleh Faizal Arief Firdaus

Kirim Komentar

*Please complete all fields correctly

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Artikel Lainnya

ilustrasi-jurnalis-perempuan
hari-aids-sedunia-diskriminasi-dunia-kerja