Yang jadi masalah, selalu disebut bahwa itu adalah bercanda. Tidak ada yang lucu tentang pelecehan seksual!
“Grow up as a fighter. YACKO is a name you can count on.”
Penggalan lirik dari lagu terbarunya, FYBV (F*ck Your Bad Vibes), sangat tepat untuk menggambarkan sosok seorang Yacko Oktaviana. Lagu yang diluncurkan pada hari pertama dari 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ini adalah satu dari sekian lagu yang ia dedikasikan untuk bersuara dan memperjuangkan kesetaraan gender.
Dalam pertemuan kami dengan Yacko beberapa waktu lalu, tim Never Okay Project mendapatkan kesempatan untuk berbincang mengenai diskriminasi dan pelecehan seksual di dunia kerja, khususnya di industri musik Indonesia.
Kami memulai perbincangan dengan mendengarkan pandangan Yacko perihal perjuangan yang harus ditempuh perempuan ketika memutuskan untuk mengejar mimpi menjadi seorang rapper. Yacko mengakui, di Indonesia sendiri persentase perempuan yang terjun ke industri ini masih terbilang sedikit. Bahkan, sebelum melakoni profesi rapper itu sendiri, tekanan sangat mungkin didapat dari orang-orang terdekat, termasuk keluarga. “The environment around her is a huge factor for women to choose the profession they want.”
Dalam perjalanan kariernya, Yacko melihat ada beberapa stigma yang melekat pada rapper perempuan. Misalnya, dianggap tidak bisa menulis liriknya sendiri, dan dilihat hanya sekedar sebagai penarik masa dalam sebuah pertunjukkan. “Either you have to be really pretty or you have to be really good.”
Selain itu, sudah tidak asing lag bahwa lirik-lirik rap seringkali merendahkan perempuan. Yacko berpendapat, “Itu hal yang yang sangat susah untuk diperangi, dan akhirnya dengan hal-hal seperti itu, people think it’s normal”. Karena itu juga, Yacko kemudian menyuarakan keresahannya melalui musiknya “as a rapper, lyrics is our weapon. Karena itu, gue mencoba menyampaikan pesan2 gue melalui lirik gue.”