Sabtu (9/8), diadakan NOBAR NOP #5 (Nongkrong Bareng Never Okay Project), sebuah seri diskusi daring bertemakan pelecehan seksual di berbagai sektor industri. Episode kelima ini membahas tentang pelecehan seksual di Live Streaming Game. Narasumber yang hadir di NOBAR ini ialah Dinda Dwi C, creator gaming; Icha Mochalatte, Shoutcaster Gaming; dan Claudy Jacob dari Never Okay Project. Vanessa hadir pula sebagai moderator.
Baca juga: Pemain Game Online Perempuan Alami Pelecehan Seksual Hampir Setiap Hari
Live Streaming Game kini mulai dibanjiri oleh para kaum Hawa, seperti yang dilakukan oleh Dinda dan Icha. Bagi mereka, terjun ke dunia E-sport bukan sekadar mengikuti tren online belaka, melainkan sebuah passion. Akan tetapi niat baik ini tidak semulus kenyataanya. Komentar seksis dan jorok kerap muncul di kolom chat kala sedang melakukan Live Streaming Game. Menyedihkan, ketika Dinda mengatakan bahwa media sosial adalah ruang publik, di mana tidak ada yang bisa membatasi dan menyaring ketikan seseorang, sehingga para creator gaming tidak banyak bisa bertindak.
Mochalatte ini mengatakan bahwa pelecehan non-verbal yang ia terima tidak berhenti di kolom komentar saja, berlanjut ke personal chat, dan berujung mengirimkan foto tidak senonoh. “Saya tidak menggunakan tubuh saya sebagai trigger konten, tapi ada yang bahkan ngirim foto k*l*m*n”, tegas Mocha. Platform ruang publik ini dijadikan tameng para pelaku dengan akun palsunya untuk menuntaskan niat buruk mereka.
Konstruksi Sosial di Dunia Game Online
Dalam RUU PKS Bab I Pasal 1 tegas dijelaskan bahwa kekerasan seksual adalah sikap perbuatan merendahkan, menghina terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang secara paksa yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.
Budaya dan konstruksi sosial telah mengakar di berbagai sektor industri, jelas Claudy sebagai narasumber dari Never Okay Project. Salah satu contoh konstruksi sosial yang paling lazim seperti pria dari kecil main di warnet sah-sah saja sedangkan perempuan main masak-masakan. Konsep ini membuat banyak pembatasan pekerjaan dan kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh satu gender tertentu. Selain itu, pendominasian suatu gender dalam sebuah kelompok kerap merendahkan gender lain yang bergabung di dalamnya.
Seperti halnya Live streaming gamers yang dilakukan oleh perempuan, banyak orang yang tidak memandang konten ataupun skillnya. Banyak yang melihat subjeknya, yaitu pemainnya alias penampilan si pemain game tersebut. Contoh kalimat yang kerap terbaca oleh Dinda di kolom chatnya adalah “Ga usah main game, urus dapur aja sana”, “emang suami lo ga nafkahin lo?”. Seakan E-Sport hanya diperuntukkan untuk kaum Adam.
Sindir Gamers Sesama Gender (SGSG)
Setelah berbicara tentang pelecehan seksual yang dilakukan oleh lawan jenis, Dinda mengatakan bahwa banyak sindiran yang ia terima dari sesama perempuan. Menekuni Game Live Streaming selama satu tahun membuat Dinda sadar bahwa masih banyak perempuan yang merendahkan para streamer perempuan. Entah itu karena mereka tidak puas dengan diri mereka sendiri ataupun karena ingin menjadi streamer juga.
Bukannya mendukung perempuan terjun ke dunia E-Sport, malahan menjatuhkan sesama gender dengan komentar “ga usah sok cantik, ga usah genit sama cowo”. Mochalatte menanggapi bahwa komentar itu adalah ajakan agar kita merasakan apa yang mereka rasakan pada diri mereka sendiri. Padahal, lebih baik belajar atau berkarya dulu dibanding iri dengan apa yang bisa para gamers perempuan lakukan.
Tindak Lanjut Kasus Pelecehan Seksual di E-Sport
Rutinitas Live Streaming Games membuat dua perempuan ini belajar menghadapi non-verbal pelecehan seksual di industrinya, seperti menghapus komennya, menegur secara personal, memblokir akun orang yang kerap memberi komentar negatif, dan memaklumi latar belakang para penonton.
Dibalik cara-cara yang dilakukan para streamer ini, Dinda dan Mocha berharap ada lembaga resmi yang melindungi para gamers perempuan. Selain itu, mereka berharap provider yang mereka mempunyai fitur “auto banned” terhadap para pelaku pelecehan seksual yang ingin berkomentar jahat.
Oleh sebab itu, Never Okay Project (NOP) sedang dan akan terus memperjuangkan pemberantasan pelecehan seksual di dunia industri. Melalui Nobar NOP, kasus pelecehan seksual di berbagai industri akan disoroti. Dari kegiatan ini kita paham bahwa pembelajaran tentangnya pentingnya pendidikan moral seksual di semua sektor industri.
Dilaporkan oleh Eunike Pangaribuan