NOBAR NOP #3: Pelecehan Seksual di Dunia Kerja

Sabtu (11/7), diadakan NOBAR NOP #3 (Nongkrong Bareng Never Okay Project), sebuah seri diskusi daring bertemakan pelecehan seksual di berbagai sektor industri kerja. Episode ketiga ini membahas tentang pelecehan seksual di dunia kerja. Narasumber yang hadir di NOBAR ini ialah Maya Juwita, director executive dari IBCWE ( Indonesia Business Coalition for Women Empowerment), Mincot dari HRD Bacot, dan Hana Talitha dari Never Okay Project. Hadir pula Protasius dari Never Okay Project sebagai pemantik.

 

Baca juga: Laporan Survei Pelecehan Seksual Di Dunia Kerja Selama WfH

 

Pemaparan pertama dimulai dari Hana Talitha yang menunjukkan bahwa riset yang dilakukan oleh Never Okay Project dan IBCWE bahwa 38% dari penyintas mengaku HRD tidak menindaklanjuti laporan pelecehan seksual dan 94% penyintas lainnya memilih untuk tidak melaporkan kasus pelecehan seksual ke HRD. Di mana kita tahu bahwa HRD harusnya berperan sebagai “first responder”. 

Maya menegaskan bahwa seorang HRD harus bisa dipercaya. Beliau melanjutkan jika pelecehan seksual masih kerap terjadi di dunia kerja karena kurangnya kesadaran akan isu ini di kalangan industri. Hingga saat ini, organisasi yang dikenal dengan sebutan “ibu cewe” ini masih gencar menyuarakan pentingnya kesetaraan gender dalam dunia kerja untuk menghindari kasus pelecehan seksual dan terus berkolaborasi dengan Never Okay Project sejak 2018.

Mincot menanggapi pesan yang masuk ke platform media sosial HRD Bacot bahwa penyebab utama pelecehan seksual di dunia kerja adalah relasi kuasa. Aduan yang yang dominasi oleh kaum hawa ini mengaku sering dilecehi oleh atasan, bukan hanya oleh atasan di divisinya, namun atasan divisi lain pula. Akun sosmed tentang dunia kerja ini mengambil contoh kasus pada saat seseorang memanggil “say”. Panggilan ini seolah nyeleneh, namun untuk beberapa orang dapat dikonotasikan sebagai pelecehan, apalagi diikuti dengan genggaman tangan. 

Selama 10 tahun bekerja sebagai HR, Maya mengaku pernah menggunakan sapaan “hai say”. Beliau mengaku mengatakannya hanya untuk orang-orang terdekatnya, namun tak jarang orang mengatakannya hanya demi mengikuti tren, yang ternyata berujung kepada ketidaknyamanan orang lain. Hingga akhirnya beliau sadar bahwa seorang HRD harus mampu menahan diri melihat tren agar tetap menjaga martabat seorang “first responder” perusahaan.

Untuk mencegah atau menghentikan kekerasan seksual, Hana menyampaikan strategi 5D dari Hollaback, yaitu direct, distract, delegate, delay, and document. Artikel selengkapnya dapat dilihat di https://jakarta.ihollaback.org/bystander-intervention/?lang=i

Nongkrong Bareng Never Okay Project menyoroti kasus pelecehan di dunia kerja karena untuk sebagian pekerja, tempat kerja adalah tempat tinggal, di mana seseorang bisa menghabiskan hari-harinya di tempat kerja dan bersama rekan-rekan pekerjanya, bukan hanya sebuah tempat untuk mencari uang. Oleh sebab itu, sebuah tempat kerja harus mengerti bahwa “One is too many” , artinya setiap kasus pelecehan seksual, sedikit ataupun sekecil apapun kasus tersebut adalah sebuah masalah besar yang harus segera ditindak tegas. 

Dilaporkan oleh Eunike Pangaribuan

Kirim Komentar

*Please complete all fields correctly

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Artikel Lainnya

nobar-nop-10
pelecehan-seksual-industri-media
kekerasan-seksual-keadilan