1 Desember merupakan Hari AIDS Sedunia. Sayangnya, stigma Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) masih melekat kuat di masyarakat, tak terkecuali di dunia kerja. Banyak dari teman kita yang kehilangan akses pekerjaan sejak awal akibat aturan perusahaan yang diskriminatif. Alasannya bermacam-macam, mulai dari khawatir tak produktif sampai takut tertular.
ODHA tak perlu dikasihani, melainkan dirangkul agar tetap berdaya. Lawan stigma HIV/AIDS bisa dimulai dengan mengedukasi diri, lho, jadi silakan baca artikel ini sampai habis, ya!
Hari AIDS Sedunia: HIV/AIDS di Indonesia dalam Angka
Layaknya Hari AIDS Sedunia yang diperingati tiap tahun, angka kasus HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Epidemi HIV/AIDS di Indonesia berlangsung sejak 1987. Kasus HIV/AIDS tersebar di 34 provinsi dan 308 (61%) dari 504 kabupaten/kota. Berdasarkan data WHO tahun 2019, terdapat 78% infeksi HIV baru di regional Asia Pasifik.
Menurut data Kemkes RI, jumlah pemeriksaan tertinggi tercatat pada tahun 2019 yaitu sebanyak sekitar 4.1 juta pemeriksaan HIV dan 50,282 di antaranya merupakan HIV positif. Berdasarkan gender, mayoritas ODHA berjenis kelamin laki-laki. Faktor risiko AIDS terbesar adalah heteroseks (70%) dan homoseks (22%). Jumlah kasus AIDS yang terdapat di tahun 2019 sebesar 7,036 kasus.
Pada akhir tahun 2020, UNAIDS melaporkan jumlah ODHIV di Indonesia sebanyak 540,000 orang. Pada tahun ini tercatat 28,000 kasus baru ODHIV. Data menunjukkan, 66% ODHIV tahu mengenai kondisi mereka dan 26% ODHA mendapatkan akses terapi Anti-Retroviral (ARV). Sejak 2010, angka persentase ODHA yang mendapatkan terapi ARV terus meningkat.
Baca juga: Hasil riset oleh Never Okay Project mengenai Pelecehan dan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kerja
Hari AIDS Sedunia: Diskriminasi terhadap ODHA di Dunia Kerja Masih Terus Terjadi
Walaupun angka ODHA yang menerima terapi ARV terus meningkat, namun tidak mengurangi diskriminasi yang diterima. Menurut UNAIDS, pada tahun 2019, 12.2% ODHA melaporkan bahwa mereka mendapatkan diskriminasi dari lingkungan sekitar mereka.
Tanpa persetujuan dari ODHA yang bersangkutan, orang-orang di sekitar mereka melaporkan status kesehatan kepada tenaga medis. Hal ini kemudian berdampak buruk terhadap hidup ODHA.
Bagaimana kerentanan diskriminasi ODHA di dunia kerja?
Lima kerentanan diskriminasi ODHA di dunia kerja yang patut kita ketahui:
- Diskriminasi langsung, misalnya memecat pekerja hanya karena status HIV-positif
- Diskriminasi tidak langsung, misalnya melalui syarat kerja bebas HIV
- Diskriminasi asosiatif, misalnya seseorang dijauhi karena berhubungan dengan ODHA
- Pelecehan, melalui tindakan yang merendahkan martabat ODHA
- Menyalahkan korban, apabila ODHA korban diskriminasi melapor pada HRD. Bukan keadilan yang didapatkan, namun malah disalahkan oleh pihak HRD.
Bagaimana stigma dan tekanan mental terhadap ODHA?
Selain stigma masyarakat, ODHA juga memiliki tekanan atau reaksi psikososial pada dirinya, yaitu:
- Kecemasan tentang penyakit yang diderita, pengobatan, bahkan ancaman kematian
- Depresi, merasa sedih, tak berdaya, bersalah, tak berharga, putus asa, hingga keinginan bunuh diri karena status HIV/AIDS-nya
- Isolasi dan kurangnya dukungan sosial, merasa ditolak keluarga dan masyarakat
- Rasa marah dengan bersikap bermusuhan terhadap pemberi perawatan dan menolak terapi ARV karena kurangnya penerimaan diri
- Rasa takut apabila ada orang lain yang mengetahui status HIV/AIDS-nya
- Rasa malu akibat stigma negatif pengidap HIV/AIDS
Baca juga: Artikel lain terkait Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja
Bagaimana peran edukasi untuk memerangi stigma ODHA di dunia kerja?
“Tapi, kalau dekat ODHA nanti tertular.”
Faktanya, HIV tidak menular melalui sentuhan, air mata, keringat, air liur, urin bahkan feses pengidapnya. Menurut WHO, HIV dapat ditularkan melalui pertukaran berbagai cairan tubuh dari orang yang terinfeksi, seperti darah, ASI (Air Susu Ibu), semen dan cairan vagina.
HIV juga dapat ditularkan dari seorang ibu ke anaknya selama kehamilan dan persalinan. Ingat, kita tidak akan tertular hanya karena memeluk, mencium, berjabat tangan, dan berbagi peralatan makan dengan ODHA.
Salah kaprah mengenai stigma ODHA juga terlihat di dunia kerja. Banyak perusahaan menetapkan syarat kerja bebas HIV dan melakukan PHK terhadap pekerja dengan HIV/AIDS karena mitos bahwa ODHA itu lemah dan sakit-sakitan sehingga akan memengaruhi produktivitas.
Faktanya, dengan melakukan terapi ARV, ODHA dapat menjalani kehidupan produktif dan berkontribusi seperti orang lain pada umumnya. ARV terbukti menekan jumlah virus HIV dalam tubuh dan memulihkan sistem kekebalan tubuh.
Apakah memecat ODHA karena status HIV+ melanggar hukum?
Ya. Mirisnya, masih banyak ODHA yang mengalami PHK karena status HIV/AIDS-nya. Padahal ini melanggar HAM dan hukum:
- Pasal 5 ayat (1) Kep. 68/MEN/IV/2004: “Pengusaha atau pengurus dilarang melakukan tes HIV untuk digunakan sebagai prasyarat suatu proses rekrutmen atau kelanjutan status pekerja/buruh atau kewajiban pemeriksaan kesehatan rutin.”
- Konvensi Internasional tentang Ekonomi, Sosial, dan Budaya Pasal 2 ayat (2) dan (3) – diratifikasi lewat UU No. 11 tahun 2005: Melarang segala bentuk diskriminasi dalam mengakses dan mempertahankan pekerjaan.
Bagaimana seharusnya perusahaan melindungi ODHA?
Malah, pengusaha harus punya kebijakan penanggulangan HIV/AIDS. Menurut Kep. 20/DJPPK/VI/2005 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja, kebijakan pengusaha meliputi:
- Program pendidikan HIV/AIDS bagi pekerja
- Tidak mewajibkan tes HIV/AIDS sebagai prasyarat penerimaan pekerja, promosi, dan kelanjutan status kerja
- Tidak membedakan pekerja dengan HIV/AIDS dalam hal mendapatkan kesempatan kerja, hak mendapatkan promosi, hal untuk mendapatkan pelatihan ataupun kondisi, dan perlakuan khusus lainnya
- Mengizinkan pekerja dengan HIV/AIDS untuk terus bekerja selama pekerja secara medis mampu memenuhi standar kerja yang berlaku
- Merahasiakan semua informasi medis, catatan kesehatan atau informasi lain yang terkait
- Pekerja dengan HIV/AIDS tidak diharuskan menginformasikan status HIV/AIDS-nya kepada perusahaan, kecuali atas keinginan sendiri.
Dengan demikian, keamanan dalam bekerja akan dirasakan seluruh pekerja Indonesia. Untuk konteks isu HIV, rasa aman tersebut dapat berupa lingkungan kerja yang ramah dan bersih dari stigma dan diskriminasi. Dampak positif terhadap perkembangan ekonomi juga akan dirasakan oleh pemerintah Indonesia karena tingginya partisipasi angkatan kerja.
Yuk, rayakan Hari AIDS Sedunia dengan dukung penghapusan stigma pada ODHA di dunia kerja!
Referensi:
Indonesia. UNAIDS. (2021). Diakses pada December 3, 2021, dari https://www.unaids.org/en/regionscountries/countries/indonesia.
Infodatin HIV. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Diakses pada December 3, 2021, dari https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-2020-HIV.pdf.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 68/MEN/IV/2004 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja. ILO. (2005). Diakses pada December 3, 2021, dari https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/—asia/—ro-bangkok/—ilo-jakarta/documents/publication/wcms_123956.pdf.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. UNAIDS. (2004). Diakses pada December 3, 2021, dari https://data.unaids.org/topics/partnership-menus/indonesia_hiv-workplace_id.pdf.
Menuju Indonesia bebas AIDS 2030. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. (2020). Diakses pada December 3, 2021, dari https://www.kemenkopmk.go.id/menuju-indonesia-bebas-aids-2030.
Permata, A. (2018). Yang Dibutuhkan Itu #SayangODHA, Bukan Stigma. LBH Masyarakat. Diakses pada December 3, 2021, dari https://lbhmasyarakat.org/yang-dibutuhkan-itu-sayangodha-bukan-stigma/.
Program HIV/AIDS di Dunia Kerja. ILO. (2020). Diakses pada December 3, 2021, dari https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/—asia/—ro-bangkok/—ilo-jakarta/documents/projectdocumentation/wcms_746744.pdf.
Tristanto, A. (2020). Stigma Terhadap Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA). Pusat Penyuluhan Sosial. Diakses pada December 3, 2021, dari https://puspensos.kemensos.go.id/stigma-terhadap-orang-dengan-hiv-dan-aids-odha.
UNAIDS data 2021. UNAIDS. (2021). Diakses pada December 3, 2021, dari https://www.unaids.org/en/resources/documents/2021/2021_unaids_data.
Penulis: Sasmithaningtyas Prihasti